a. Hamzah
Al-Fansuri
Nama Hamzah fansuri di
nusantara tidak asing lagi di kalangan ulama dan sarjana penyelidik keislaman.
beliau adalah pengembang aliran widhatul wujud ibnu arabi.3 Berdasarkan kata
fansur yang melekat pada namanya sebagian peneliti beranggapan bahwa ia berasal
dari “fansur” sebutan kota Barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai
sumatra antara sibolga (SUMUT) dan singkil (ACEH)
Pemikiran
Al-fansuri tantang tasawuf bayak di pengaruhi ibn’Arabi dalam paham wahdah
wujudnya. Di antara ajaran Al-fansuri yang lain berkaitan dengan hakikat wujud
dan penciptaan, menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan bayak.
Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (madjhar. Kenyataan lahir )
dan ada berupa isi (kenyataan batin)[1]
Orang
banyak menentang Al-fansuri karena paham alir an widhatul wujud, hulul dan
ittihadnya, Salah satunya ialah nuruddin ar-raniry dalam buku ruba’i hamzah
fansury. menurut yang dituduhkannya bahwa manusia sama dengan allah, Karenanya
banyak orang mengecap beliau zindik, sesat, kafir dan sebagainya. dalam bidang
tasawuf ia mengikuti tarekat qadiriyah. Pemikiran al-fansuri tentang tasawuf di
pengaruhi oleh ibn Arabi dalam paham wahdatul wujudnya. Sebagai seorang sufi ia
mengajarkan tasawuf bahwa tuhan lebih dekat dari pada leher manusia sendiri dan
bahwa tuhan tidak bertempat sekalipun sering di katakan ia dimana-mana.
b.
Syamsudin
Al-Sumatrani
Sejak lama Aceh telah
dikenal sebagai satu-satunya daerah yang aksentuasi keislamannya paling
menonjol. Selain menonjolnya warna keislaman dalam kehidupan sosio-kultur di
sana, ternyata di Serambi Mekah ini pernah tersimpan pula sejumlah Sufi ternama
semisal Samsuddin Sumatrani.
Syamsuddin Sumatrani
adalah salah satu tokoh sufi terkemuka yang telah turut mengguratkan corak
esoteris pada wajah Islam di Aceh. Sayangnya perjalanan hidup sang sufi ini
sulit sekali untuk dirangkai secara utuh. Hal ini selain karena tidak
ditemukannya catatan otobiografisnya, juga karena langkanya sumber-sumber
akurat yang dapat dirujuk.
Pemikiran tasawufnya
syamsuddin Al-Sumatrani membahas tentang martabat tujuh dan dua puluh sifat
Tuhan. Konsep Martabat tujuh ini pertamakali di cetuskan oleh Muhammad ibn
fadlullah al-Burhanpuri seorang ulama kelahiran india.[2]
Mengenai asal-usulnya,
tidak diketahui secara pasti kapan dan di mana ia lahir. Perihal sebutan
Sumatrani yang selalu diiringkan di belakang namanya, itu merupakan penisbahan
dirinya kepada “negeri Sumatra” alias Samudra Pasai. Sebab memang di kepulauan
Sumatra ini tempo doeloe pernah berdiri sebuah kerajaan yang cukup ternama,
yakni Samudra Pasai. Itulah sebabnya ia juga adakalanya disebut Syamsuddin
Pasai.
Menurut para sejarawan,
penisbahan namanya dengan sebutan Sumatrani ataupun Pasai mengisyaratkan adanya
dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, orang tuanya adalah orang Pasai
(Sumatra). Dengan demikian maka bisa diduga bahwa ia sendiri dilahirkan dan
dibesarkan di Pasai. Jika pun ia tidak lahir di Pasai, maka kemungkinan kedua
bahwa sang ulama terkemuka pada zamannya ini telah lama bermukim di Pasai
bahkan ia meninggal dan dikuburkan di sana.
Berbicara tentang
peranan Sumatra sebagai pusat pengajaran dan pengembangan Islam, Negeri Pasai
itu memang lebih dahulu terkemuka daripada Banda Aceh. Paling tidak Samudera
Pasai lebih dulu terkemuka pada kisaran abad ke-14 dan 15 M, yakni sebelum
akhirnya Pasai dikuasai oleh Portugis pada tahun 1514. Sementara beralihnya
tampuk kekuasaan Negeri Pasai kepada Kerajaan Aceh Darussalam baru berlangsung
pada tahun 1524.
c.
Nuruddin
ar-Raniri
Nama
lengkapnya nur al-din muhammad ibn ali ibn hasanji ibn muhammad al-raniry.
Berasal dari gujarat India tahun kelahirannya sampi sekarang , belum dapat
diketahui. Ia adalah syekh tarekat rifa’iyyah yang didirikan oleh ahmad rifa’i.
Beliau juga di katakan penerus tasawuf sunni.6 (damanhuri basyr, ilmu taswuf,
hal 210). Ia merantau ke aceh 31 mei 1637/6 muharram 1047 H. Pada masa kerajaansutan
iskandar tsani, ia mengikuti jejak pamannya syekh muahammad jailani yang juga
merantau.pada saat itu ia berada di aceh utk kedua kalinya, karena saat masa
kerajaan sultan iskandar muda ia tak mendapatkan tempat atau perhatian dari sultan yang berkuasa.
Pemikiran-pemikiran
nuruddin ar-raniry yang di tunjukkan kepada tokoh dan penganut wujudiyah,
maupun pemikirannya secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama,
tentang Tuhan, masalah ketuhanan bersipatt kompromis.7 (m. Solihin, melacak pemikiran
tasawuf di nusantra, hal 57). Ia berupaya menyatukan paham mutakallimin dengan
paham para sufi yang di wakii ibn arabi. Ia berpendapat bahwa wujud allah dan
alam esa berarti bahwa alam merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin,
yaitu allah.namun ungkapan itu pda hakikatnya bahwa alam tidak ada yang ada
hanyalah wujud allah.
Kedua,
tentang alam. Menurutnya alam ini diciptakan allah melalui tajlli, ia
menolakteori,faidh ( emanasi) al-farabi.
Ketiga,
tentang manusia, merupakan makhluk yyang paling sempurna di dunia ini. Sebab
manusia merupakan khalifah allah dibumi yang dijadikan sesai dengan citranya.
Dan mazhur (tempat kenyataan asma dan sifat allahpaling lengkap dan menyeluruh)
Keempat,
tentang wujudiyyah. Inti ajaran wujudiyyah
Berpusat pada wahdat al-wujud yang salah diartikan,kaum wujudiyyah,
dengan arti kemanunggalan allah dengan alam. dapat membawa kekafiran. Ia
berpandangan bawa jika benar than dan makhluk hakikatnya satu, maka jadilah
makhluk itu addalah tuhan.
Kelima,
tentang hubungn syarit dan hakikat. Pemisahan antara keduanya merupakan sesuatu
yang tidak benar.
Selain
itu ia juga menekankan kepada umat islam agar memahami secara benar akidah
islamiyah.
d. Abdul
Rawf As – Singkil
Nama
lengkap beliau adalah abdul rauf al-jwi alfansuri al-singkil.tahun kelahirannya
tidak di ketahi pasti ada yang menyebutkan tahun kelahirannya 1024 H/1615 M.8 (
murodi, sejarah kebudayaan islam, hal 268). Ia menerima bai’at tarekat
syathariyyah. Abdurrauf adalah ulama yang berupaya mendamaikanajaran martabat
alam tujuh yang dikenal di aceh sebgai paham wahdatul wujud/wujudiyyah
(pantheisme) dengan paham sunnah.
Pemikiran
tasawuf as-singkili dapat dilihat antara lain pada persoalan merekonsiliasi
antara taswuf dan syariat. Ajaran tasawufnya mirif dengan tasawuf hamzah
fansuri dengan ar-raniry yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki yakni
allah. Sedangakan alam ciptaanya bukanwujud hakiki tetapi bayangan dari hakiki. Menurutnya jelaslah alam berbeda
dengan allah. Beliau juga mempunyai pemikiran tentang zikir, zikir menurut
pandngannya usaha melepaskn diri dari lalai dan lupa.
e.
Abdus
Samad Al – Palimbani
Syeikh Abdul Samad
Al-Falembani dilahirkan pada 1116 H/1704 M, di Palembang. Tentang nama lengkap
Syeikh Al-Falimbani, setakat yang tercatat dalam sejarah, ada tiga versi nama.
Yang pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, beliau bernama
Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber
Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama
besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani.
Sementara versi terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta itu, bahawa apabila
merujuk pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syeikh Al-Falembani ialah Sayyid
Abdus Al-Samad bin Abdurrahman Al-Jawi. Daripada ketiga-tiga nama itu yang
diyakini sebagai nama Abdul Samad, Azyumardi berpendapat bahawa nama
terakhirlah yang disebut Syeikh Abdul Samad.
f.
Syaikh
yusuf Al-Makasari\
Syaikh
Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa
ajaran islam meliputi dua aspek, yaitu: aspek lahir (syariat) dan aspek batin
(hakikat). Syariat dan hakikat harus di pandang dan di amalkan sebagai satu
kesatuan. Syaikh Yusuf menggaris bawahi bahwa peroses ini tidak akan mengambil
bentuk kesatuan wujud antara manusia dan tuhan.[3]
g.
Muhammad
Nafis Al – Banjari
Muhammad
Nafis bin Idris bin Husein, demikianlah nama lengkapnya, ia lahir sekitar tahun
1148 H.11735 M., di kota Martapura, sekarang ibukota Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan, dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar yang garis
silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.)
Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran
Samudera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar